internet marketing

Tips Menulis a la Fauzan

No comments

Tahun ini, "rajin menulis" merupakan salah satu dari beberapa resolusi yang saya harap bisa saya laksanakan dengan penuh tanggung jawab. Menulis telah menjadi salah satu hobi yang paling saya sukai, mungkin sejak saya mengenal mesin ketik. Saya masih ingat bagaimana dulu saya sangat senang ketika dibolehkan menggunakan mesin ketik ayah saya dan mulai mencoba membuat beberapa cerita pendek.
Bicara soal tulisan-tulisan saya selama 2015 ini, sampai dengan bulai Mei kemarin setidaknya ada tiga artikel yang saya tahu cukup jadi perbincangan di dunia maya. Artikel pertama yaitu mengenai penyerangan kepada kantor majalah Charlie Hebdo di Paris, Prancis, pada Januari lalu. Berdasarkan statistik situs pribadi saya, tulisan perdana di awal 2015 ini ternyata dibaca sebanyak lebih dari 12.000 kali. Tulisan kedua yang juga ternyata sangat populer adalah mengenai sejarah Perang Dunia II dan peran Uni Soviet yang saya publikasikan di RBTH Indonesia bulan lalu. Berdasarkan statistik situs RBTH Indonesia, tulisan berjudul "Perang Dunia II: Apakah Dunia Berutang pada Soviet?" telah dibaca sebanyak lebih dari 8.000 kali. Sementara, tulisan yang ketiga yang juga sangat populer adalah tulisan yang baru-bari ini saya publikasikan di situs Selasar.com. Tulisan yang dianggap cukup kontroversial ini ternyata dibagikan sebanyak lebih dari 6.000 kali di Facebook. Sementara, saya belum meminta data kepada tim Selasar mengenai berapa kali artikel tersebut dibaca. Kalau artikel tersebut dibagikan lebih dari 6.000 kali, bisa jadi jumlah pembacanya lebih dari 10.000 orang—itu asumsi saya.

"Sejujurnya, saya tidak pernah menyangka tulisan atau artikel yang saya tulis bisa begitu menjadi "tren" di dunia maya. Kalau ditanya, "Apa rahasianya?" Saya pasti bingung"

Sejujurnya, saya tidak pernah menyangka tulisan atau artikel yang saya tulis bisa begitu menjadi "tren" di dunia maya. Kalau ditanya, "Apa rahasianya?" Saya pasti bingung. Rasanya, tidak ada yang terlalu spesial. Namun, karena beberapa hari terakhir ini ada beberapa pertanyaan yang lebih kurang menanyakan apa "resep" menulis saya, kali ini saya akan berbagai tips menulis a la... saya.
Tentunya, pada akhirnya setiap orang akan menemukan feel-nya masing-masing. Semakin sering kita menulis, semakin cepat pula kita menemukan sisi nyaman dan sekaligus gaya menulis yang kita anggap paling pas dengan kita. Namun, di sini, saya akan mencoba menjelaskan beberapa hal yang selalu saya perhatikan dalam "meramu" setiap tulisan yang saya buat.
Pastinya, tidak aja jaminan Anda akan suka dengan cara yang saya gunakan, tapi mungkin beberapa poin yang saya utarakan nanti, patut Anda coba jika memang ingin mulai mencoba menulis. Jangan lupa, yakinlah bahwa dengan menulis, kita bisa mengubah dunia ini menjadi lebih baik.
Awal Mula
1. Mulai menulis
Bagaimana sebetulnya proses awal menulis? Entahlah, saya pikir kalau terlalu banyak dipikirkan, pada akhirnya kita tak jadi menulis. Oleh karena itu, tulislah (segera)!
Mungkin Anda melihat sesuatu yang menarik di jalan pada saat Anda menuju ke kantor atau ke mall. Mungkin Anda bertemu seseorang yang sangat mengesankan. Mungkin juga, pagi ini Anda tak sengaja menonton video yang sangat inspiratif di YouTube. Kenapa tidak coba tuliskan apa yang Anda pikirkan dan rasakan kepada dunia?
Daripada sekadar berbagi kisah dengan orang-orang terdekat Anda, kenapa tidak bagikan kisah itu kepada dunia? Jika hal itu baik, bisa jadi hal itu menginspirasi orang lain untuk berbuat hal yang lebih baik. Namun, jika hal itu adalah sesuatu yang harus diwaspadai, bukan tidak mungkin kita pun berperan menyelamatkan banyak orang agar tak jadi korban hal tersebut. Oleh karena itu, tulislah.
2. Jangan ditunda
Menunda-nunda menulis adalah hal yang paling mudah dilakukan. Namun, setelah menunda, biasanya kita akan kehilangan mood menulis. Hal ini pun masih sering terjadi pada diri saya. Oleh karena itu, sebisa mungkin saya harus "memaksa" diri saya untuk tidak meninggalkan tulisan yang sedang saya tulis.
Kita tidak bicara soal menunda 1-2 jam atau bahkan seharian. Kita bicara soal menit. Ya, bagi saya, inspirasi saat menulis terkadang mengalir begitu saja. Semakin sering Anda menulis, Anda pasti akan merasakan hal ini. Namun, sekali saja Anda berhenti, memulainya kembali kadang bukan perkara mudah. Kenapa begitu? Menurut saya, ini karena ketika menulis pikiran kita dipenuhi berbagai ide dan semuanya terasa mengalir begitu saja.

"Menunda-nunda menulis adalah hal yang paling mudah dilakukan. Namun, setelah menunda, biasanya kita akan kehilangan mood menulis"

Ketika tiba-tiba kita berhenti untuk waktu yang cukup lama, katakanlah 15 menit (iya, itu jeda yang cukup lama), bisa jadi ide-ide itu menguap dan kita pun jadi malas untuk memulainya. Semakin lama kita tunda, besar kemungkinan tulisan itu tak akan kita selesaikan. Jujur saja, ada cukup banyak draft tulisan di blog ini yang akhirnya tak saya selesaikan karena persoalan semacam ini.
3. Gunakan imajinasi
Maksud saya dengan menggunakan imajinasi di sini adalah ketika kita menulis, coba pikirkan pula seperti apa bahasa yang hendak kita gunakan. Saya senang ketika membaca tulisan yang seolah-olah si penulis sedang menceritakan isi tulisan tersebut kepada saya. Seolah-olah, saya "mendengarkan" si penulis, bukan membaca tulisannya. Hal semacam ini saya dapatkan, salah satunya, di serial novel Harry Potter. Jika Ada juga menyukai novel tersebut dan telah membaca ketujuh bukunya, tentu Anda merasa ada "sesuatu" yang tak tergambarkan ketika membaca tulisan Rowling.

"Ia tidak hanya menulis, tapi dia membuat tulisan yang ketika dibaca, orang tidak merasa membacanya, melainkan seperti "mendengarkan" isi cerita itu"

Saya pikir, hal itu salah satunya adalah karena Rowling bisa menulis dengan bahasa yang seolah-olah ia sedang menuturkan isi cerita kepada pada pembacanya. Ia tidak hanya menulis, tapi dia membuat tulisan yang ketika dibaca, orang tidak merasa membacanya, melainkan seperti "mendengarkan" isi cerita itu. Hal semacam ini yang saya terapkan pada hampir semua tulisan yang saya buat. Bahkan ketika Anda sampai pada bagian ini, saya sedang bercerita di dalam hati saya dan itulah yang kemudian saya tuangkan dalam tulisan ini.
Membuat Tulisan yang Seperti Apa?
Buatlah tulisan apapun yang Anda sukai. Anda bisa jadi menyukai politik, sejarah, otomotif, teknologi, internet, media sosial, alam, atau lingkungan. Namun, setidaknya ada beberapa hal yang selalu perhatikan sebelum mengangkat topik atau isu yang hendak saya tulis.
1. Penting atau menarik?
Karena latar belakang saya adalah jurnalisme, unsur penting atau menarik menjadi dua hal yang selalu saya pertimbangkan dalam menentukan isu atau topik yang hendak saya bahas. Nilai berita dalam jurnalisme dibagi ke dalam dua unsur ini: penting atau menarik. Secara sederhana, hal yang penting adalah segala hal yang menyangkut atau melibatkan kepentingan publik. Sementara, hal yang menarik kerap kali tidak menyangkut kepentingan publik, tetapi mengundang perhatian atau rasa ingin tahu publik. Hal ini pun berlaku untuk berbagai jenis tulisan populer, seperti tulisan-tulisan di blog.
Anda mungkin senang dengan isu media sosial. Ketika Anda ingin membahas isu ini, Anda perlu memikirkan isu seperti apa yang berkaitan dengan media sosial dan memiliki nilai penting atau menarik (cukup salah satu saja) bagi pembaca. Hal ini menjadi sangat penting.
2. Tinggi-rendahnya nilai informasi
Di jurnalisme, dikenal pula dengan apa yang disebut sebagai faktor penentu tinggi-rendahnya nilai berita di mata publik. Faktor-faktor tersebut antara lain: akibat, proximity (kedekatan), prominence (keterkemukaan), konflik, kebaruan, keanehan, drama, dan nasib manusia. Hal yang sama juga saya terapkan pada hampir seluruh tulisan saya. Namun bagi saya pribadi, faktor akibat, proximity, konflik, kebaruan, dan nasib manusia menjadi beberapa faktor yang hampir selalu ada di setiap tulisan saya.
Sebagai contoh, artikel mengenai penyerangan Charlie Hebdo saya tulis sehari setelah peristiwa itu terjadi. Ada unsur kebaruan di sana. Artikel mengenai kebohongan yang meluas di media sosial terkait kunjungan Ibu Negara Turki ke Aceh (terkait pengungsi Rohingya) menjadi viral karena ada unsur proximity di situ. Tulisan saya mengenai hasil wawancara bersama dua orang artis media sosial Ask.fm—Hila Zachira dan Munira Agile—sangat populer karena ada faktor prominence di situ.

"...faktor akibat, proximity, konflik, kebaruan, dan nasib manusia menjadi beberapa faktor yang hampir selalu ada di setiap tulisan saya"

Sementara artikel-artikel yang berkaitan dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Presiden Joko Widodo juga selalu populer karena biasanya saya langsung membuat suatu tulisan ketika ada suatu isu yang beredar. Artinya ada faktor kebaruan di sana, faktor prominence, dan proximity.
3. Opini tak melulu "opini"
Pada dasarnya sebagian besar yang kita tulis adalah tulisan opini. Namun, hal itu tak berarti segala yang kita sampaikan dari awal hingga akhir tulisan hanya berupa opini. Untuk memperkuat tulisan kita, kita perlu menyajikan data yang berhubugan dan bahkan mampu menguatkan argumen kita di tulisan tersebut. Setelah menyajikan data (fakta) beserta sumbernya, dari situlah kita bisa memaparkan pandangan kita terhadap data tersebut. Argumentasi kita bisa saja pro atau kontra, tentunya tergantung di posisi mana Anda ingin beropini.
4. Jangan gegabah mengambil referensi
Ada sangat banyak sumber informasi yang bisa kita peroleh di dunia maya. Namun, kita pun harus berhati-hati dalam memilih sumber yang bisa dijadikan sebagai referensi. Jika Anda punya waktu lebih, tak usah ragu untuk mencari narasumber. Jadi sumber yang Anda masukkan pun tak hanya sekedar sumber "studi pustaka", tapi Anda juga melakukan semacam studi lapangan.
Hal semacam ini tentunya bisa meningkatkan kredibilitas Anda sebagai penulis. Dengan menyuguhkan data yang komprehensif, ditambah lagi dengan argumentasi yang masuk akal, tentunya bukan tidak mungkin tulisan itu pun menjadi bahan diskusi banyak orang.
5. Tidak perlu membuat kalimat panjang tak berujung
Saya pikir, sudah sifat alami manusia untuk "menyerap" hal-hal yang sederhana. Saya yakin, tidak ada yang menyukai penjelasan yang berbelit-belit nan tak berujung. Oleh karena itu, kita tak perlu membuat kalimat yang terlalu panjang. Perhatikan tanda baca, khususnya tanda baca titik dengan seksama. Membaca kalimat yang panjang, sekalipun tak diucapakan, akan terasa sangat melelahkan. Pada akhirnya, pembaca tidak akan mendapatkan inti gagasan yang dikemukakan penulis.

"Saya pikir, sudah sifat alami manusia untuk "menyerap" hal-hal yang sederhana"

Sekarang, coba bandingkan jika saya tulis penjelasan di atas seperti di bawah ini.
Saya pikir memang sudah menjadi sifat alami manusia untuk senang "menyerap" hal-hal yang sederhana, itu memang karena tidak ada yang menyukai penjelasan yang berbelit-belit nan tak berujung. Perhatikan tanda baca, khususnya tanda baca titik dengan seksama karena membaca kalimat yang panjang, sekalipun tak diucapakan, akan terasa sangat melelahkan, dan karena itulah, kita tak perlu membuat kalimat yang terlalu panjang. Pada akhirnya, pembaca tidak akan mendapatkan inti gagasan yang dikemukakan penulis.
Pilih yang mana?
6. Bijak dalam memilih kata
Kebetulan, saya senang bermain kata. Saya senang mengeksplorasi berbagai jenis kata agar tulisan saya lebih "bernyawa". Jika kita ingin tulisan kita menimbulkan suatu kesan bagi pembaca kita, kita perlu lebih sering menulis. Semakin sering kita menulis otomatis kosakata kita pun akan semakin berkembang.
Jangan ragu untuk selalu mengecek kamus bahasa Indonesia. Saya pribadi hampir selalu mengecek KBBI (versi online) jika saya tidak cukup yakin dengan makna kata yang hendak saya masukkan ke dalam tulisan. Selain berakibat pada kerancuan pesan, kesalahan pemilihan kata terkadang juga bisa membuat pembaca mengernyitkan dahi mereka.
7. Tak melulu soal "saya"
Saya senang membaca tulisan yang tidak hanya membicarakan sola si penulis, tapi juga soal si pembaca. Terkadang, saat kita membuat tulisan opini, kita lupa "melibatkan" orang lain (pembaca) di sana. Kadang mungkin kita menjumpai artikel opini yang justru sangat tidak enak dibaca. Artikel opini lainnya mungkin terasa agak menggurui. Sementara artikel lainnya terkesan agak "narsis".
Libatkanlah pembaca dalam tulisan kita. Melibatkan pembaca dalam tulisan sesederhana menambahkan kata "kamu/Anda" atau "kita". Dengan begitu tulisan tersebut tak melulu soal "saya", tapi bisa jadi soal "Anda" atau "kita". Artinya, tulisan tersebut tidak hanya penting bagi si penulis, tapi lebih dari itu, si penulis ingin tulisan tersebut juga dirasakan unsur kepentingannya dari sisi si pembaca.
8. Pembuka dan penutup
Saya senang membuka tulisan-tulisan saya dengan sedikit kisah atau pengalaman pribadi (sedikit saja), fakta suatu isu (dari berita, dsb.), atau dengan pertanyaan. Pada dasarnya pembukaan adalah suatu hal yang sangat penting dari setiap tulisan. Bagaimana kita membuka tulisan kita akan menjadi penentu apakah orang mau meneruskan membaca atau tidak.
Hal yang sama juga berlaku pada penutup tulisan. Buatlah penutup yang mengesankan. Penutup tak harus selalu berupa kesimpulan atau saran. Kita bisa bisa "menggelitik" pembaca dengan humor. Kita bisa bertanya pada pembaca. Kita bisa memberikan gambaran yang paradoks, misalnya. Bahkan, kita bisa juga mengajak pembaca berpikir atau menyimpulkan sendiri. Penutup yang mengesankan menjadi penentu apakah tulisan tersebut akan dikomentari dan direkomendasikan si pembaca kepada pembaca lainnya atau tidak.
9. Semakin panjang tulisan, semakin menantang
Satu hal alamiah dan manusiawi lainnya yang saya yakini adalah bahwa kita pada dasarnya kurang suka membaca tulisan yang panjang. Kita senang membaca tulisan yang langsung menuju pada inti masalah atau gagasan pokok. Namun, bagi penulis, semakin panjang yang ia tulis (tanpa bermaksud "memanjang-manjangkan") semakin besar pula tantangannya. Bisa jadi, memang harus sepanjang itulah materi yang dibahas.
Namun, biasanya orang cenderung malas membaca tulisan yang terlalu panjang. Di sinilah tantangan bagi si penulis untuk bisa menciptakan tulisan yang mampu terus mendorong minat pembaca untuk mengetahui informasi yang disajikan secara menyeluruh agar tak berhenti membaca di tengah jalan. Memang, bukan perkara yang mudah untuk membuat tulisan yang seratus persen mengalir dari kata ke kata, kalimat ke kalimat, hingga paragraf ke paragraf. Semua itu tentunya butuh latihan.
10. Perlu percaya diri
Menulis perlu rasa percaya diri. Tak perlu malu dengan tulisan yang kita buat. Semua orang pernah memulai dari nol. Saya pun saat ini tak merasa sebagai yang sudah sangat jago dalam menulis. Tentunya saya masih perlu banyak latihan.  Karena itulah saya terus menulis. Saya percaya, semakin sering saya menulis maka semakin lancar pula saya dalam merangkai berbagai kata, kalimat, hingga paragraf.
Tak perlu malu dengan hasil karya kita. Tulislah semampu yang kita bisa dulu. Tak perlu kita mematok suatu standar bahwa kualitas tulisan kita haruslah seperti seseorang. Memang, kita perlu contoh, tapi tak perlu itu dijadikan suatu standar bagi kita. Jangan lupa, tulisan kita bisa berkembang juga karena ada saran dan kritik dari orang lain. Jadi, pastikan agar diri kita selalu terbuka dari segala kritik dan saran.
Sebarkan Agar Dunia Tahu Kita Ada
Saya percaya bahwa menulis adalah salah satu hal paling sederhana yang bisa kita lakukan untuk menunjukkan pada dunia bahwa kita pernah ada, pernah hidup di muka bumi ini. Tulisan yang berupa gagasan-gagasan kita adalah warisan paling sederhana yang bisa kita turunkan pada generasi-generasi berikutnya.
Namun demikian, tulisan tersebut perlu dipublikasikan. Tulisan-tulisan tersebut perlu disebarluaskan agar dibaca banyak orang. Sebar dan bagikan gagasan kita kepada penduduk dunia dengan bantuan media sosial. Tak perlu takut dengan pendapat orang lain karena orang-orang pun sama berhaknya berkomentar seperti halnya kita mengomentari sesuatu dalam tulisan tersebut. Pro dan kontra adalah hal yang wajar.

"Tak perlu takut dengan pendapat orang lain karena orang-orang pun sama berhaknya berkomentar seperti halnya kita mengomentari sesuatu dalam tulisan tersebut. Pro dan kontra adalah hal yang wajar"

Komentar-komentar tak sedap bisa jadi datang, tapi tak perlu kita ambil hati. Sementara, komentar-komentar berupa saran yang membangun tentu bisa sangat bermanfaat untuk menaikkan level menulis kita. Cukup pasang mindset bahwa kita tak bisa menyenangkan semua pihak dengan tulisan kita karena memang bukan itulah tujuan kita menulis.
Namun, pada akhirnya, semua itu harus dimulai dan harus dicoba. Para penulis dan sastrawan ternama pun pernah memulai dari nol. Kita tak perlu malu untuk memulai sesuatu yang baik, apalgi jika itu soal berbagi ide atau pemikiran. Jadi, sudah siap berbagi gagasan?

sumber : selasar.com

No comments :

Post a Comment