Obat Stressss….!!!! :)
Private Sub cmbtuju_Click()
If cmbtuju.Text = “Jambi-Jakarta” Then
txttarif.Text = 35000
ElseIf cmbtuju.Text = “Jambi-Semarang” Then
txttarif.Text = 45000
ElseIf cmbtuju.Text = “Jambi-Surabaya” Then
txttarif.Text = 65000
ElseIf cmbtuju.Text = “Jambi-Bali” Then
txttarif.Text = 80000
ElseIf cmbtuju.Text = “Jambi-Bandung” Then
txttarif.Text = 30000
End If
End Sub
If cmbtuju.Text = “Jambi-Jakarta” Then
txttarif.Text = 35000
ElseIf cmbtuju.Text = “Jambi-Semarang” Then
txttarif.Text = 45000
ElseIf cmbtuju.Text = “Jambi-Surabaya” Then
txttarif.Text = 65000
ElseIf cmbtuju.Text = “Jambi-Bali” Then
txttarif.Text = 80000
ElseIf cmbtuju.Text = “Jambi-Bandung” Then
txttarif.Text = 30000
End If
End Sub
Private Sub cmbtujuan_Click()
If cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Medan” Then
txtht.Text = “30000”
ElseIf cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Palembang” Then
txtht.Text = “25000”
ElseIf cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Lampung” Then
txtht.Text = “40000”
ElseIf cmbkelas.Text = “Luar Biasa” And cmbtujuan.Text = “Medan” Then
txtht.Text = “40000”
ElseIf cmbkelas.Text = “Luar Biasa” And cmbtujuan.Text = “Palembang” Then
txtht.Text = “30000”
ElseIf cmbkelas.Text = “Luar Biasa” And cmbtujuan.Text = “Lampung” Then
txtht.Text = “60000”
End If
End Sub
If cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Medan” Then
txtht.Text = “30000”
ElseIf cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Palembang” Then
txtht.Text = “25000”
ElseIf cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Lampung” Then
txtht.Text = “40000”
ElseIf cmbkelas.Text = “Luar Biasa” And cmbtujuan.Text = “Medan” Then
txtht.Text = “40000”
ElseIf cmbkelas.Text = “Luar Biasa” And cmbtujuan.Text = “Palembang” Then
txtht.Text = “30000”
ElseIf cmbkelas.Text = “Luar Biasa” And cmbtujuan.Text = “Lampung” Then
txtht.Text = “60000”
End If
End Sub
Private Sub cmdproses_Click()
If cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Medan” And txtpeserta <= 50 Then
txtbayar.Text = Val(txtht.Text) * Val(txtpeserta.Text)
ElseIf cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Medan” And txtpeserta > 50 Then
txtbayar.Text = (Val(txtpeserta.Text) * Val(txtht.Text)) - (Val(txtpeserta.Text) - 50) * Val(txtht.Text) * 0.3
ElseIf cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Palembang” And txtpeserta <= 40 Then
txtbayar.Text = Val(txtht.Text) * Val(txtpeserta.Text)
ElseIf cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Palembang” And txtpeserta > 40 Then
txtbayar.Text = (Val(txtpeserta.Text) - 40) * Val(txtht.Text) * 0.3
If cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Medan” And txtpeserta <= 50 Then
txtbayar.Text = Val(txtht.Text) * Val(txtpeserta.Text)
ElseIf cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Medan” And txtpeserta > 50 Then
txtbayar.Text = (Val(txtpeserta.Text) * Val(txtht.Text)) - (Val(txtpeserta.Text) - 50) * Val(txtht.Text) * 0.3
ElseIf cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Palembang” And txtpeserta <= 40 Then
txtbayar.Text = Val(txtht.Text) * Val(txtpeserta.Text)
ElseIf cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Palembang” And txtpeserta > 40 Then
txtbayar.Text = (Val(txtpeserta.Text) - 40) * Val(txtht.Text) * 0.3
ElseIf cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Lampung” And txtpeserta <= 60 Then
txtbayar.Text = Val(txtht.Text) * Val(txtpeserta.Text)
ElseIf cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Lampung” And txtpeserta > 60 Then
txtbayar.Text = (Val(txtpeserta.Text) - 60) * Val(txtht.Text) * 0.3
txtbayar.Text = Val(txtht.Text) * Val(txtpeserta.Text)
ElseIf cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Lampung” And txtpeserta > 60 Then
txtbayar.Text = (Val(txtpeserta.Text) - 60) * Val(txtht.Text) * 0.3
ElseIf cmbkelas.Text = “Luar Biasa” And cmbtujuan.Text = “Medan” And txtpeserta <= 30 Then
txtbayar.Text = Val(txtht.Text) * Val(txtpeserta.Text)
ElseIf cmbkelas.Text = “Luar Biasa” And cmbtujuan.Text = “Medan” And txtpeserta > 30 Then
txtbayar.Text = (Val(txtpeserta.Text) - 50) * Val(txtht.Text) * 0.3
ElseIf cmbkelas.Text = “Luar Biasa” And cmbtujuan.Text = “Palembang” And txtpeserta <= 50 Then
txtbayar.Text = Val(txtht.Text) * Val(txtpeserta.Text)
ElseIf cmbkelas.Text = “Luar Biasa” And cmbtujuan.Text = “Palembang” And txtpeserta > 50 Then
txtbayar.Text = (Val(txtpeserta.Text) - 40) * Val(txtht.Text) * 0.3
txtbayar.Text = Val(txtht.Text) * Val(txtpeserta.Text)
ElseIf cmbkelas.Text = “Luar Biasa” And cmbtujuan.Text = “Medan” And txtpeserta > 30 Then
txtbayar.Text = (Val(txtpeserta.Text) - 50) * Val(txtht.Text) * 0.3
ElseIf cmbkelas.Text = “Luar Biasa” And cmbtujuan.Text = “Palembang” And txtpeserta <= 50 Then
txtbayar.Text = Val(txtht.Text) * Val(txtpeserta.Text)
ElseIf cmbkelas.Text = “Luar Biasa” And cmbtujuan.Text = “Palembang” And txtpeserta > 50 Then
txtbayar.Text = (Val(txtpeserta.Text) - 40) * Val(txtht.Text) * 0.3
ElseIf cmbkelas.Text = “Luar Biasa” And cmbtujuan.Text = “Lampung” And txtpeserta <= 70 Then
txtbayar.Text = Val(txtht.Text) * Val(txtpeserta.Text)
ElseIf cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Lampung” And txtpeserta > 70 Then
txtbayar.Text = (Val(txtpeserta.Text) - 60) * Val(txtht.Text) * 0.3
End If
End Sub
txtbayar.Text = Val(txtht.Text) * Val(txtpeserta.Text)
ElseIf cmbkelas.Text = “Biasa” And cmbtujuan.Text = “Lampung” And txtpeserta > 70 Then
txtbayar.Text = (Val(txtpeserta.Text) - 60) * Val(txtht.Text) * 0.3
End If
End Sub
Private Sub Command1_Click()
If txtberat.Text < 25 Then
txtbayar2.Text = Val(txtberat.Text) * Val(txttarif.Text)
ElseIf txtberat.Text > 25 And txtberat.Text < 40 Then
txtbayar2.Text = (Val(txttarif.Text) * 25) + ((Val(txtberat.Text) - 25) * Val(txttarif.Text) * 0.15)
End If
End Sub
If txtberat.Text < 25 Then
txtbayar2.Text = Val(txtberat.Text) * Val(txttarif.Text)
ElseIf txtberat.Text > 25 And txtberat.Text < 40 Then
txtbayar2.Text = (Val(txttarif.Text) * 25) + ((Val(txtberat.Text) - 25) * Val(txttarif.Text) * 0.15)
End If
End Sub
Private Sub Form_Load()
With cmbkelas
.AddItem “Biasa”
.AddItem “Luar Biasa”
End With
With cmbkelas
.AddItem “Biasa”
.AddItem “Luar Biasa”
End With
With cmbtujuan
.AddItem “Medan”
.AddItem “Palembang”
.AddItem “Lampung”
End With
.AddItem “Medan”
.AddItem “Palembang”
.AddItem “Lampung”
End With
With cmbtuju
.AddItem “Jambi-Jakarta”
.AddItem “Jambi-Semarang”
.AddItem “Jambi-Surabaya”
.AddItem “Jambi-Bali”
.AddItem “Jambi-Bandung”
End With
End Sub
.AddItem “Jambi-Jakarta”
.AddItem “Jambi-Semarang”
.AddItem “Jambi-Surabaya”
.AddItem “Jambi-Bali”
.AddItem “Jambi-Bandung”
End With
End Sub
Bidadari itu Dibawa Jibril
Oleh: A. Mustofa Bisri (Gus Mus)
Sebelum jilbab populer seperti sekarang ini, Hindun sudah selalu memakai busana muslimah itu. Dia memang seorang muslimah taat dari keluarga taat. Meski mulai SD tidak belajar agama di madrasah, ketaatannya terhadap agama, seperti salat pada waktunya, puasa Senin-Kamis, salat Dhuha, dsb, tidak kalah dengan mereka yang dari kecil belajar agama. Apalagi setelah di perguruan tinggi. Ketika di perguruan tinggi dia justru seperti mendapat kesempatan lebih aktif lagi dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.
Dalam soal syariat agama, seperti banyak kaum muslimin kota yang sedang semangat-semangatnya berislamria, sikapnya tegas. Misalnya bila dia melihat sesuatu yang menurut pemahamannya mungkar, dia tidak segan-segan menegur terang-terangan. Bila dia melihat kawan perempuannya yang muslimah--dia biasa memanggilnya ukhti--jilbabnya kurang rapat, misalnya, langsung dia akan menyemprotnya dengan lugas.
Dia pernah menegur dosennya yang dilihatnya sedang minum dengan memegang gelas tangan kiri, "Bapak kan muslim, mestinya bapak tahu soal tayammun;" katanya, "Nabi kita menganjurkan agar untuk melakukan sesuatu yang baik, menggunakan tangan kanan!" Dosen yang lain ditegur terang-terangan karena merokok. "Merokok itu salah satu senjata setan untuk menyengsarakan anak Adam di dunia dan akherat. Sebagai dosen, Bapak tidak pantas mencontohkan hal buruk seperti itu." Dia juga pernah menegur terang-terangan dosennya yang memelihara anjing. "Bapak tahu enggak? Bapak kan muslim?! Anjing itu najis dan malaikat tidak mau datang ke rumah orang yang ada anjingnya!"
Di samping ketaatan dan kelugasannya, apabila bicara tentang Islam, Hindun selalu bersemangat. Apalagi bila sudah bicara soal kemungkaran dan kemaksiatan yang merajalela di Tanah Air yang menurutnya banyak dilakukan oleh orang-orang Islam, wah, dia akan berkobar-kobar bagaikan banteng luka. Apalagi bila melihat atau mendengar ada orang Islam melakukan perbuatan yang menurutnya tidak rasional, langsung dia mengecapnya sebagai klenik atau bahkan syirik yang harus diberantas. Dia pernah ikut mengoordinasi berbagai demonstrasi, seperti menuntut ditutupnya tempat-tempat yang disebutnya sebagai tempat-tempat maksiat; demonstrasi menentang sekolah yang melarang muridnya berjilbab; hingga demonstrasi menuntut diberlakukannya syariat Islam secara murni. Mungkin karena itulah, dia dijuluki kawan-kawannya si bidadari tangan besi. Dia tidak marah, tetapi juga tidak kelihatan senang dijuluki begitu. Yang penting menurutnya, orang Islam yang baik harus selalu menegakkan amar makruf nahi mungkar di mana pun berada. Harus membenci kaum yang ingkar dan menyeleweng dari rel agama.
Bagi Hindun, amar makruf nahi mungkar bukan saja merupakan bagian dari keimanan dan ketakwaan, tetapi juga bagian dari jihad fi sabilillah. Karena itu dia biarkan saja kawan-kawannya menjulukinya bidadari tangan besi.Ketika beberapa lama kemudian dia menjadi istri kawanku, Mas Danu, ketaatannya kian bertambah, tetapi kelugasan dan kebiasaannya menegur terang-terangan agak berkurang. Mungkin ini disebabkan karena Mas Danu orangnya juga taat, namun sabar dan lemah lembut. Mungkin dia sering melihat bagaimana Mas Danu, dengan kesabaran dan kelembutannya, justru lebih sering berhasil dalam melakukan amar makruf nahi mungkar. Banyak kawan mereka yang tadinya mursal, justru menjadi insaf dan baik oleh suaminya yang lembut itu. Bukan oleh dia.*
Sudah lama aku tidak mendengar kabar mereka, kabar Mas Danu dan Hindun. Dulu sering aku menerima telepon mereka. Sekadar silaturahmi. Saling bertanya kabar. Tetapi, kemudian sudah lama mereka tidak menelepon. Aku sendiri pernah juga beberapa kali menelepon ke rumah mereka, tapi selalu kalau tidak terdengar nada sibuk, ya, tidak ada yang mengangkat. Karena itu, ketika Mas Danu tiba-tiba menelepon, aku seperti mendapat kejutan yang menggembirakan.
Lama sekali kami berbincang-bincang di telepon, melepas kerinduan.Setelah saling tanya kabar masing-masing, Mas Danu bilang, "Mas, Sampeyan sudah dengar belum? Hindun sekarang punya syeikh baru lo?
"Syeikh baru?" tanyaku. Mas Danu memang suka berkelakar."Ya, syeikh baru. Tahu, siapa? Sampeyan pasti enggak percaya.
"Siapa, mas?" tanyaku benar-benar ingin tahu."Jibril, mas. Malaikat Jibril!""Jibril?" aku tak bisa menahan tertawaku.
Kadang-kadang sahabatku ini memang sulit dibedakan apakah sedang bercanda atau tidak."Jangan ketawa! Ini serius!
"Wah. Katanya, bagaimana rupanya?" aku masih kurang percaya."Dia tidak cerita rupanya, tetapi katanya, Jibril itu humoris seperti Sampeyan.
"Saya ngakak. Tetapi, di seberang sana, Mas Danu kelihatannya benar-benar serius, jadi kutahan-tahan juga tawaku. "Bagaimana ceritanya, mas?
"Ya, mula-mula dia ikut grup pengajian. Kan di tempat kami sekarang lagi musim grup-grup pengajian. Ada pengajian eksekutif; pengajian seniman; pengajian pensiunan; dan entah apa lagi. Nah, lama-lama gurunya itu didatangi malaikat Jibril dan sekarang malaikat Jibril itulah yang langsung mengajarkan ajaran-ajaran dari langit. Sedangkan gurunya itu hanya dipinjam mulutnya.
"Bagaimana mereka tahu bahwa yang datang itu malaikat Jibril?""Lo, malaikat Jibrilnya sendiri yang mengatakan. Kepada jemaahnya, gurunya itu, maksud saya malaikat Jibril itu, menunjukkan bukti berupa fenomena-fenomena alam yang ajaib yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh manusia.
"Ya, tetapi jin dan setan kan bisa melakukan hal seperti itu, mas!" selaku, "Kan ada cerita, dahulu Syeikh Abdul Qadir Jailani, sufi yang termasyhur itu, pernah digoda iblis yang menyamar sebagai Tuhan berbentuk cahaya yang terang benderang. Konon, sebelumnya, Iblis sudah berhasil menjerumuskan 40 sufi dengan cara itu. Tetapi, karena keimanannya yang tebal, Syeikh Abdul Qadir bisa mengenalinya dan segera mengusirnya.
"Tak tahulah, mas. Yang jelas jemaahnya banyak orang pintarnya lo."Wah."Ketika percakapan akhirnya disudahi dengan janji dari Mas Danu dia akan terus menelepon bila sempat, aku masih tertegun.
Aku membayangkan sang bidadari bertangan besi yang begitu tegar ingin memurnikan agama itu kini "hanya" menjadi pengikut sebuah aliran yang menurut banyak orang tidak rasional dan bahkan berbau klenik. Allah Mahakuasa! Dialah yang kuasa menggerakkan hati dan pikiran orang.
Beberapa minggu kemudian aku mendapat telepon lagi dari sahabatku Mas Danu. Kali ini, dia bercerita tentang istrinya dengan nada seperti khawatir.
"Wah, mas; Hindun baru saja membakar diri. "Apa, mas?" aku terkejut setengah mati, "membakar diri bagaimana?
"Gurunya yang mengaku titisan Jibril itu mengajak jemaahnya untuk membersihkan diri dari kekotoran-kekotoran dosa. Mereka menyiram diri mereka dengan spritus kemudian membakarnya.
"Hei," aku ternganga. Dalam hati aku khawatir juga, soalnya aku pernah mendengar di luar negeri pernah terjadi jemaah yang diajak guru mereka bunuh diri.
"Yang lucu, mas," suara Mas Danu terdengar lagi melanjutkan, "gurunya itu yang paling banyak terbakar bagian-bagian tubuhnya. Berarti kan dia yang paling banyak dosanya ya, mas?!
"Aku mengangguk, lupa bahwa kami sedang bicara via telepon."Doakan sajalah mas!" kata sahabatku di seberang menutup pembicaraan.
Beberapa hari kemudian Mas Danu menelepon lagi, menceritakan bahwa istrinya kini jarang pulang. Katanya ada tugas dari Syeikh Jibril yang mengharuskan jemaahnya berkumpul di suatu tempat. Tugas berat, tetapi suci. Memperbaiki dunia yang sudah rusak ini.
"Pernah pulang sebentar, mas" kata Mas Danu di telepon, "dan Sampeyan tahu apa yang dibawanya? Dia pulang sambil memeluk anjing. Entah dapat dari mana?"***Setelah itu, Mas Danu tidak pernah menelepon lagi. Aku mencoba menghubunginya juga tidak pernah berhasil. Baru hari ini. Tak ada hujan tak ada angin, aku menerima pesan di HP-ku, SMS, isinya singkat: "Mas, Hindun sekarang sudah keluar dari Islam. Dia sudah tak berjilbab, tak salat, tak puasa. (Danu).
"Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Mas Danu saat menulis SMS itu. Aku sendiri yang menerima pesan itu, tidak bisa menggambarkan perasaanku sendiri. Hanya dari mulutku meluncur saja ucapan masya Allah.
***Rembang, Akhir Ramadan 1423
Sebelum jilbab populer seperti sekarang ini, Hindun sudah selalu memakai busana muslimah itu. Dia memang seorang muslimah taat dari keluarga taat. Meski mulai SD tidak belajar agama di madrasah, ketaatannya terhadap agama, seperti salat pada waktunya, puasa Senin-Kamis, salat Dhuha, dsb, tidak kalah dengan mereka yang dari kecil belajar agama. Apalagi setelah di perguruan tinggi. Ketika di perguruan tinggi dia justru seperti mendapat kesempatan lebih aktif lagi dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.
Dalam soal syariat agama, seperti banyak kaum muslimin kota yang sedang semangat-semangatnya berislamria, sikapnya tegas. Misalnya bila dia melihat sesuatu yang menurut pemahamannya mungkar, dia tidak segan-segan menegur terang-terangan. Bila dia melihat kawan perempuannya yang muslimah--dia biasa memanggilnya ukhti--jilbabnya kurang rapat, misalnya, langsung dia akan menyemprotnya dengan lugas.
Dia pernah menegur dosennya yang dilihatnya sedang minum dengan memegang gelas tangan kiri, "Bapak kan muslim, mestinya bapak tahu soal tayammun;" katanya, "Nabi kita menganjurkan agar untuk melakukan sesuatu yang baik, menggunakan tangan kanan!" Dosen yang lain ditegur terang-terangan karena merokok. "Merokok itu salah satu senjata setan untuk menyengsarakan anak Adam di dunia dan akherat. Sebagai dosen, Bapak tidak pantas mencontohkan hal buruk seperti itu." Dia juga pernah menegur terang-terangan dosennya yang memelihara anjing. "Bapak tahu enggak? Bapak kan muslim?! Anjing itu najis dan malaikat tidak mau datang ke rumah orang yang ada anjingnya!"
Di samping ketaatan dan kelugasannya, apabila bicara tentang Islam, Hindun selalu bersemangat. Apalagi bila sudah bicara soal kemungkaran dan kemaksiatan yang merajalela di Tanah Air yang menurutnya banyak dilakukan oleh orang-orang Islam, wah, dia akan berkobar-kobar bagaikan banteng luka. Apalagi bila melihat atau mendengar ada orang Islam melakukan perbuatan yang menurutnya tidak rasional, langsung dia mengecapnya sebagai klenik atau bahkan syirik yang harus diberantas. Dia pernah ikut mengoordinasi berbagai demonstrasi, seperti menuntut ditutupnya tempat-tempat yang disebutnya sebagai tempat-tempat maksiat; demonstrasi menentang sekolah yang melarang muridnya berjilbab; hingga demonstrasi menuntut diberlakukannya syariat Islam secara murni. Mungkin karena itulah, dia dijuluki kawan-kawannya si bidadari tangan besi. Dia tidak marah, tetapi juga tidak kelihatan senang dijuluki begitu. Yang penting menurutnya, orang Islam yang baik harus selalu menegakkan amar makruf nahi mungkar di mana pun berada. Harus membenci kaum yang ingkar dan menyeleweng dari rel agama.
Bagi Hindun, amar makruf nahi mungkar bukan saja merupakan bagian dari keimanan dan ketakwaan, tetapi juga bagian dari jihad fi sabilillah. Karena itu dia biarkan saja kawan-kawannya menjulukinya bidadari tangan besi.Ketika beberapa lama kemudian dia menjadi istri kawanku, Mas Danu, ketaatannya kian bertambah, tetapi kelugasan dan kebiasaannya menegur terang-terangan agak berkurang. Mungkin ini disebabkan karena Mas Danu orangnya juga taat, namun sabar dan lemah lembut. Mungkin dia sering melihat bagaimana Mas Danu, dengan kesabaran dan kelembutannya, justru lebih sering berhasil dalam melakukan amar makruf nahi mungkar. Banyak kawan mereka yang tadinya mursal, justru menjadi insaf dan baik oleh suaminya yang lembut itu. Bukan oleh dia.*
Sudah lama aku tidak mendengar kabar mereka, kabar Mas Danu dan Hindun. Dulu sering aku menerima telepon mereka. Sekadar silaturahmi. Saling bertanya kabar. Tetapi, kemudian sudah lama mereka tidak menelepon. Aku sendiri pernah juga beberapa kali menelepon ke rumah mereka, tapi selalu kalau tidak terdengar nada sibuk, ya, tidak ada yang mengangkat. Karena itu, ketika Mas Danu tiba-tiba menelepon, aku seperti mendapat kejutan yang menggembirakan.
Lama sekali kami berbincang-bincang di telepon, melepas kerinduan.Setelah saling tanya kabar masing-masing, Mas Danu bilang, "Mas, Sampeyan sudah dengar belum? Hindun sekarang punya syeikh baru lo?
"Syeikh baru?" tanyaku. Mas Danu memang suka berkelakar."Ya, syeikh baru. Tahu, siapa? Sampeyan pasti enggak percaya.
"Siapa, mas?" tanyaku benar-benar ingin tahu."Jibril, mas. Malaikat Jibril!""Jibril?" aku tak bisa menahan tertawaku.
Kadang-kadang sahabatku ini memang sulit dibedakan apakah sedang bercanda atau tidak."Jangan ketawa! Ini serius!
"Wah. Katanya, bagaimana rupanya?" aku masih kurang percaya."Dia tidak cerita rupanya, tetapi katanya, Jibril itu humoris seperti Sampeyan.
"Saya ngakak. Tetapi, di seberang sana, Mas Danu kelihatannya benar-benar serius, jadi kutahan-tahan juga tawaku. "Bagaimana ceritanya, mas?
"Ya, mula-mula dia ikut grup pengajian. Kan di tempat kami sekarang lagi musim grup-grup pengajian. Ada pengajian eksekutif; pengajian seniman; pengajian pensiunan; dan entah apa lagi. Nah, lama-lama gurunya itu didatangi malaikat Jibril dan sekarang malaikat Jibril itulah yang langsung mengajarkan ajaran-ajaran dari langit. Sedangkan gurunya itu hanya dipinjam mulutnya.
"Bagaimana mereka tahu bahwa yang datang itu malaikat Jibril?""Lo, malaikat Jibrilnya sendiri yang mengatakan. Kepada jemaahnya, gurunya itu, maksud saya malaikat Jibril itu, menunjukkan bukti berupa fenomena-fenomena alam yang ajaib yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh manusia.
"Ya, tetapi jin dan setan kan bisa melakukan hal seperti itu, mas!" selaku, "Kan ada cerita, dahulu Syeikh Abdul Qadir Jailani, sufi yang termasyhur itu, pernah digoda iblis yang menyamar sebagai Tuhan berbentuk cahaya yang terang benderang. Konon, sebelumnya, Iblis sudah berhasil menjerumuskan 40 sufi dengan cara itu. Tetapi, karena keimanannya yang tebal, Syeikh Abdul Qadir bisa mengenalinya dan segera mengusirnya.
"Tak tahulah, mas. Yang jelas jemaahnya banyak orang pintarnya lo."Wah."Ketika percakapan akhirnya disudahi dengan janji dari Mas Danu dia akan terus menelepon bila sempat, aku masih tertegun.
Aku membayangkan sang bidadari bertangan besi yang begitu tegar ingin memurnikan agama itu kini "hanya" menjadi pengikut sebuah aliran yang menurut banyak orang tidak rasional dan bahkan berbau klenik. Allah Mahakuasa! Dialah yang kuasa menggerakkan hati dan pikiran orang.
Beberapa minggu kemudian aku mendapat telepon lagi dari sahabatku Mas Danu. Kali ini, dia bercerita tentang istrinya dengan nada seperti khawatir.
"Wah, mas; Hindun baru saja membakar diri. "Apa, mas?" aku terkejut setengah mati, "membakar diri bagaimana?
"Gurunya yang mengaku titisan Jibril itu mengajak jemaahnya untuk membersihkan diri dari kekotoran-kekotoran dosa. Mereka menyiram diri mereka dengan spritus kemudian membakarnya.
"Hei," aku ternganga. Dalam hati aku khawatir juga, soalnya aku pernah mendengar di luar negeri pernah terjadi jemaah yang diajak guru mereka bunuh diri.
"Yang lucu, mas," suara Mas Danu terdengar lagi melanjutkan, "gurunya itu yang paling banyak terbakar bagian-bagian tubuhnya. Berarti kan dia yang paling banyak dosanya ya, mas?!
"Aku mengangguk, lupa bahwa kami sedang bicara via telepon."Doakan sajalah mas!" kata sahabatku di seberang menutup pembicaraan.
Beberapa hari kemudian Mas Danu menelepon lagi, menceritakan bahwa istrinya kini jarang pulang. Katanya ada tugas dari Syeikh Jibril yang mengharuskan jemaahnya berkumpul di suatu tempat. Tugas berat, tetapi suci. Memperbaiki dunia yang sudah rusak ini.
"Pernah pulang sebentar, mas" kata Mas Danu di telepon, "dan Sampeyan tahu apa yang dibawanya? Dia pulang sambil memeluk anjing. Entah dapat dari mana?"***Setelah itu, Mas Danu tidak pernah menelepon lagi. Aku mencoba menghubunginya juga tidak pernah berhasil. Baru hari ini. Tak ada hujan tak ada angin, aku menerima pesan di HP-ku, SMS, isinya singkat: "Mas, Hindun sekarang sudah keluar dari Islam. Dia sudah tak berjilbab, tak salat, tak puasa. (Danu).
"Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Mas Danu saat menulis SMS itu. Aku sendiri yang menerima pesan itu, tidak bisa menggambarkan perasaanku sendiri. Hanya dari mulutku meluncur saja ucapan masya Allah.
***Rembang, Akhir Ramadan 1423
Latihan Kasus Lanjutan (Makul:Pemrograman Dasar)
Untuk mahasiswa STMIK NH Jambi prodi SI sms 3, silahkan download file .pdf di sini
. Selamat Berjuang ya mas/mbak bro.... :) (#ganbatte kudasai)Doa Seorang Terkasih
Sang waktupun terus beranjak
garis fajar masih melintang,
kini ku kembali mengangkat tanganku,
manusia yang bergurat rasa syukur ini
mulai berdzikir kepada Sang Empu kehidupan
dengan kalimat-kalimat yang mengalirkan kayakinan
& rasa cinta dari setiap susunannya......
Ya Allah,aku memohon kepadaMu,
kesehatan di dunia & akhirat
atas diriku & dirinya
aku memohon ampunan & kesehatan kepadaMu,
di dalam agamaku,agamanya,duniaku,dunianya,
keluargaku,keluarganya & harta bendaku serta harta
bendanya....
Ya Allah,aku memohon kepadaMu,
lindungilah aku & dirinya
dari keindahan dunia yang begitu menyesatkan,
hingga hati kamipun t'kuasa u/ menahannya.
jagalah diriku & dirinya dari bertambahnya
kemaksiatan yang t'sanggup tuk kami hentikan,
terutama selama pacaran ne,n semoga bertambah pula semua
kebaikan & kemuliaan dariMu atas diri kami yang penuh & t'luput dari
kekhilafan....
Ya Allah,
aku memohon kepadaMu,
atas segala yang melekat padaku,
aku memohon kepadaMu,
atas semua kekurangan,keterbatasan & ketidaksempurnaan
yang kumiliki,untuk dirinya.
Tumbuhkanlah segala kebaikan & keindahan,hanya untuk
dirinya.
karena tak ada satupun yang dapat kuberikan,melainkan
segenap doa yang kuyakini Engkau benar2 mendengarnya.
kabulkanlah doaku,doanya,n apa saja yang dia inginkan
saat ini untuk kehidupanya kelak,
karena kebahagiaanyalah kebahagiaanku
Tambahkanlah
rasa sayangnya padaku jika Engkau mengizinkan akan hal itu,Amin...
MENCINTAIMU
Aku ingin mencintaimu
Setulus embun membelai
dedaunan hingga basah
Semerdu gemericik air
hingga lalu terus mengarus
Selembut air yang tertuang
dari kendinya hingga setelahnya
Seakrab kunang dengan
malamnya hingga bersinarlah ia
Sesunyi shubuh yang
berdawai hingga fajar mengintipnya
Alhamdulillah kau yang ku
cinta…
MUHASABATUN NAFSI
Menangislah
Menangislah wahai jiwa
Tumpahkan segalanya di sini
Di tempat sujud mulia ini
Di hadapan Rabbmu yang Esa
Ingatlah
Betapa tak satupun hari
yang kau lewati tanpa sebercak noda di hatimu
Tanpa maksiat yang mengotorinya
Malam ini sibuk
beristighfar atas dosa hari ini
Lalu besok maksiat lagi.
Ingatlah
Betapa kau tinggalkan
Rabbmu
Ketika kau nikmati guncahan
nafsu yang kau indahkan
Lalu
Apakah kau fikir dosa dan
noda-noda itu akan sirna
Hanya dengan 1 atau 2
istighfar yang tak sengaja kau lontarkan?
Tidaklah sesederhana
itu!!!!
Menangislah wahai jiwa
Tak malukah engkau
Ketika begitu banyak nikmat
Rabbmu
Dan hanya kau balas syukur
Hamdalah beberapanya saja?
Tak malukah engkau
Ketika lalaimu lebih banyak
menghiasi nafasmu daripada dzikirmu?
Padahal engkau tahu bahwa
Rabbmu tak pernah tidur
Apalagi lalai dari
hamba-hamba yang banyak dzalimnya?
Maka, menangislah wahai
jiwa
Menangislah atas
dosa-dosamu
Yang sebanyak buih di laut,
pasir putih pantai atau bebintang di langit
Namun yakinlah bahwa rahmat
dan ampunan Rabbmu
Lebih luas dan lebih luas
dari ketiganya
Maka, menangislah wahai
jiwa
Sedukan tangismu di hadapan
Rabbmu
Allah begitu menyukai
rintihan hambaNya yang bertaubat
Terlupakah ketika Allah
membesarkan dada mereka yang bertaubat melalui firman penuh kasiNya
“tidak ada suara yang
paling disukai Allah ta’ala dari suara hamba yang berdosa dan bertaubat
kepadaNya,maka Allah berfirman”Aku disini wahai hambaKu, mintalah kepadaKu apa
yang kau kehendaki”(Al-hadist)
Menangislah wahai jiwa
Allah begitu menyukai air
mata hambaNya yang bertaubat
Dan semoga Ia haramkan
tangis itu dari asap api nerakaNya
Insyaallah,,,
Jambi, Sept '09
KERINDUANKU
Senyum yang merautnya di tiap pagi dan menjelang petang
Yang selalu ingin aku nikmati
Atupun tidak
cukuplah hanya sekedar menatap senyum itu dan kembali
kurajut senyumku,
Adalah sebuah semangat baruku
Dan cintaku yang semakin tumbuh
Kalimat-kalimat indah darinya
Yang ketika aku membutuhkannya selalu hadir dan meredam
jenuhku walau sekejap
Merupakan satu hal yang kurindukan darinya,
Ya
Hanya darinya.
Sungguh
Tak pernah ku coba bandingkan ia dengan Sejatinya Kekasihku,
Namun tak dapat kupungkiri pula bila hati ini pernah begitu
terpaut dengannya
Dan jiwa ini hampir
rapuh karena cintaku padanya.
Ternyata taqdir berkehendak lain,
Aku pergi darinya
Meredu sedan rindu yang kian menggebu diriku
Sedang ia
Tetap tersenyum manis di perautannya yang elok setiap hari
Menebar kalimat-kalimat pembangkit semangat lagi
Dan terus mencurahkan kasih cintanya.
Tapi…
Semua itu tak lagi teruntukku
Tak lagi dan takkan lagi buatku.
Aku terasing di sini darinya dan jauh darinya
Sangat jauh hingga sepoipun lelah dengan jarak antara kami.
Allah…
Berikan ia kebahagiaan dengan kebahagiaannya sendiri
Kabulkan segala kemaslahatan yang ia mohon pada-Mu
Yang tercantum dalam do’a di tiap pagi dan petangmu
Serta di sepertiga malam-Mu yang dingin mencekam.
Sungguh Engkau Maha Mendengar lagi Maha Pengabul do’a tiap
hamba-Mu.
Amiiin………
Taubat
Senandung I’tirof terdengar indah
Melepas semua gundah yang ada
Diam tanpa bahasa
Yang fana lagi hina kini teronggok tak berdaya
Merenung betapa hamba tak henti
Bermaksiat pada Rabb yang Maha Baik pada semua makhluk.
Tubuh berlumur dosa tak cukup jua
Menahan nafsu di jiwa
Yaa Allah…
Sesal di setiap desahku seakan tak mampu
Membuatku jera
Sesal seiring aliran darahku seakan tak jua
mampu membersihkan hatiku
dari semua kotorannya
sesalku yang selalu dan selalu aku banggakan
juga tak mampu menghapus hitamnya hidupku
Yaa Rabb…
Isak tangis menenggelamkan merdunya
Suara yang terdengar olehku tadi
Air mataku terus mengalir sedangbatinku kian menjerit
Darah seakan membeku oleh keheningan ini
Tapi, mampukah ini merubah segalanya?
Yaa AllahulGhaffar…
Engkau Maha Segalanya
Engkau tahu aku begitu lemah, begitu fana lagi faqir
Atas rahmatMu dan maghfirahMu
Dan Engkaupun tahu aku begitu takut dengan adzabMu
Berilah hamba sedikit dari kekuatanMu
Agar hamba mampu bertaubat nashuha padaMu
Yaa Allah…
Aku
Adalah semua salah dan dosa dalam diriku
Sedang kebenaran hanya milikMu
Yaa Allahurabbi…
Astaghfirullahal’adziim waatuubu ilaihi…
SENANDUNG KITA
Kau tahu betapa aku mencintaimu?
Kicauan burungpun kurasa tak mampu menyenandungkan
kemerduannya
Terus menghilir dengan berarus
Bukan terarus
Menghanyut dan bukan terhanyut dalam genangan kehidupan
Yang kurasa tak semudah burung melintasi sepetak hutan
Tapi berpetak-petak rimba
Aku yakin kau tahu itu
Masih beriring melodi alam yang kiranya tak akrab dengan
kita
Selalu saja tersandung dengan kerancuan yang tak sekata
dengan kita
“Biarlah…”
Kau berkata seperti itu
Mengajakku terus berjalan, bukan
Terus berlari meraungi lelembah yang tak pernah terfikirkan
Lagi, batu-batu itu merebehkan betis kita
Aku terjatuh, terkadang juga engkau
Kita terkulai lemas
Tapi cinta kita menjadi sayap
Dan menerbangkan kita melewati sesemuanya
Kita tersenyum dengan kesyukuran mendalam
“Entahlah, kukira cinta itu indah”
“Memang indah”, sahutmu
“berjuta asa meyakininya laiknya jutaan lain menodainya”
Kita tersungkur dalam asa pengharapan itu
Yaa Allah, maafkanlah aku, juga dia…
Jambi, Sept '09
PUISI INI BUKANLAH UNTUKKU
“Dia selalu mengusik hari-hariku
Disaat pagi, siang ataupun malam
Telah habis sudah tintaku untuk mengukir
Hanya untuk menulis tentangnya
Tentang dia
Yang tak kan bisa terhempas dalam ingatanku
Yang tak kan tergantikan dengan siapapun juga
Diri ini begitu lugu dan naïf untuk mengungkapkan
Semua tentang indahnya cinta
Bibir ini terus kelu mengeluarkan kata-kata
Bak mutiara yang kerusakan
Apakah dia juga merasakannya?
Perasaan yang selama ini bersemayam di hatiku
Hanya bumbu penyedap cinta
Yang tak mungkin bisa aku torehkan dengan lisanku”
Seketika rasaku terkubur dalam semunya bayang-bayang
Sinar yang terus menerpa mata yang masih bergetar membacanya
Dan hati yang terus berharap
“puisi ini bukan teruntukku”
Agh, entahlah…!
AKU MENANGIS
Ombak berarak menerjangi karang-karang
Dan mengusap pasir putih yang indah
Mentari menyorot tajam segala yang di bawahnya
Langit berawan sedikit menutup teriknya
Sedang sepoinya angin membelai rambutku yang bersembunyi di
balik pepohonan
Termenung, sendiri, menunggu tawa menyapaku
Lelah dengan tangis yang terus menemaniku sejak tadi
Aku menangis…
Meratap diri yang terasing di
bumi lain
Jauh dari belaian bunda yang
kurindu
Senyum dinda yang meredam sedih
Dengan keramahan yang tiada dua
bagiku
Aku menangis…
Kenapa aku menangis…?
Mentari tak pernah redup karena jauh dari rembulan
Rembulan tak pernah redup walau langit tak berbintang
Berteguh hati berbulat tekad
Bismillah aku ikhlas
Melawan nafsu menentang hasrat
yang mencekam
Menatap tajam di hari depan yang
menanti
Suka duka yang melambai
Dan kebahagiaan yang kudamba
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment